Cari Blog Ini
Blog ini adalah dunia kecil tempat cerpen, puisi, dan artikel mencerminkan perjalanan hati dan pikiran. Temukan perspektif baru dalam setiap kata
Baca Juga
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Cinta di Langit Pesantren
![]() |
Bila cinta bermula dari hati yang menjaga, maka restu langit akan menuntunnya menuju keberkahan. Sebab cinta sejati adalah yang membawa kita lebih dekat kepada-Nya. |
Langit pagi di pesantren At-Tazkiyah tampak cerah, tapi suasana mendadak hening saat suara pecahan kaca terdengar dari asrama putri. Para santri berlarian menuju arah suara, penasaran dengan apa yang terjadi. Di antara kerumunan, Aisyah muncul dengan wajah tegang, memegang lembaran kitab kuning yang hampir terjatuh dari tangannya. Tidak ada yang tahu bahwa insiden kecil ini akan menjadi awal dari cerita panjang yang melibatkan hati dan takdir.
Aisyah, seorang santri putri yang dikenal akan kelembutan hati dan kecerdasannya, baru saja menghindari kecelakaan kecil ketika rak kitab di kamarnya roboh. Selain mempelajari kitab-kitab kuning, Aisyah juga kuliah di sebuah universitas Islam terkemuka yang lokasinya tak jauh dari pesantren. Ia selalu menjadi panutan di kalangan teman-temannya. Wajahnya yang teduh dan senyumnya yang menenangkan membuat siapa pun merasa nyaman di dekatnya. Namun, di balik ketenangan itu, ada kegelisahan yang tak terungkapkan, sesuatu yang akan segera terungkap ketika takdir mempertemukannya dengan Azam.
Di sisi lain, di asrama santri putra, ada Azam, pemuda yang terkenal rajin dan memiliki suara yang merdu saat mengaji. Azam juga menjalani kehidupan yang sama: mondok sambil kuliah. Ia adalah salah satu santri yang selalu mendapatkan amanah dari para ustaz untuk memimpin doa bersama. Meskipun wajahnya tampan, Azam lebih dikenal karena kerendahan hati dan keteguhannya dalam menjalani ajaran agama.
Kisah mereka dimulai secara sederhana, sebagaimana aturan di pesantren yang melarang interaksi langsung antara santri putra dan putri. Namun, takdir memiliki cara untuk mempertemukan hati yang tulus. Salah satu tokoh lain yang menjadi saksi perjalanan mereka adalah Fatimah, sahabat karib Aisyah yang selalu setia mendukungnya. Fatimah, dengan kepribadian ceria dan usil, sering kali menjadi penghibur di saat Aisyah merasa bimbang. Selain itu, ada juga Ustaz Ridwan, seorang pembimbing di pesantren yang bijaksana. Ia sering memberikan nasihat kepada para santri, termasuk Azam, tentang pentingnya menjaga niat dalam setiap langkah. Pada suatu hari, pesantren mengadakan acara Haul Masyayikh Pondok Pesantren At-Tazkiyah. Aisyah ditunjuk sebagai penanggung jawab dekorasi panggung, sementara Azam diberi tugas sebagai koordinator acara.
Saat koordinasi, Aisyah dan Azam harus berkomunikasi melalui surat yang dititipkan kepada pengurus. Dalam setiap surat, mereka berbicara tentang detail teknis acara, seperti warna kain dekorasi atau susunan peserta. Namun, perlahan, surat-surat itu mulai memuat lebih dari sekadar informasi teknis. Kalimat-kalimat sederhana seperti, “Semoga Allah memudahkan tugas kita,” mulai menjadi pesan penuh doa dan harapan.
Setelah acara selesai dengan sukses, Aisyah dan Azam merasa lega. Namun, ada perasaan lain yang mengendap di hati mereka – perasaan yang sulit mereka abaikan. Mereka sadar, interaksi melalui surat itu telah menanam benih-benih cinta yang tumbuh dalam diam.
Aisyah kerap terbangun di malam hari, merenungi perasaan yang mulai tumbuh. Ia tahu, cinta yang tumbuh dalam lingkungan pesantren harus dijaga dengan baik. Dalam doa tahajudnya, ia memohon kepada Allah agar perasaan itu tak membuatnya lalai dari kewajiban sebagai santri dan mahasiswi. Sementara itu, Azam merasakan hal yang sama. Ia menyalurkan kegundahannya dengan memperbanyak tilawah dan berpuasa sunnah.
Hari-hari berlalu, dan pada suatu malam, pesantren mengadakan acara muhasabah. Dalam suasana khusyuk, Aisyah mendengar suara Azam membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Suaranya menggetarkan hati, menyadarkan Aisyah bahwa cinta sejati adalah cinta yang mendekatkan diri kepada Allah. Begitu pula Azam, dalam renungannya, ia menyadari bahwa jika cinta kepada Aisyah adalah bagian dari rencana Allah, maka ia harus menjaga niat itu tetap suci.
Waktu kelulusan tiba. Azam memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan Aisyah berencana mendirikan lembaga tahfiz di kampung halamannya sambil melanjutkan studinya. Sebelum berpisah, Azam mengirimkan surat terakhir kepada Aisyah melalui ustazah. Isi surat itu sederhana namun penuh makna:
“Aisyah, jika Allah mengizinkan, aku ingin melengkapi separuh agamaku bersamamu. Namun, aku sadar, perjalanan ini masih panjang. Mari kita sama-sama memperbaiki diri. Jika jodoh adalah kehendak-Nya, maka Dia pasti akan mempertemukan kita di waktu yang tepat.”
Aisyah membaca surat itu dengan air mata haru. Ia membalas dengan kalimat singkat, “Azam, aku serahkan segalanya kepada Allah. Jika engkau adalah takdirku, maka aku yakin Allah akan mempertemukan kita dalam keadaan terbaik.”
Tahun demi tahun berlalu. Azam dan Aisyah tetap sibuk dengan aktivitas mereka, menjaga hati sambil terus mendekatkan diri kepada Allah. Hingga suatu hari, ketika Aisyah sedang mempersiapkan acara peresmian lembaga tahfiznya, seorang tamu istimewa datang bersama keluarganya. Tamu itu adalah Azam, yang datang untuk meminang Aisyah.
Dalam suasana haru, Aisyah dan Azam akhirnya dipersatukan dalam ikatan yang suci. Cinta mereka yang bermula dalam keterbatasan kini berlabuh dalam keberkahan. Bersama, mereka berjanji untuk meniti kehidupan yang penuh cinta, dengan Allah sebagai tujuan utama.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
Apakah Tunjangan Guru Dipotong Akibat Efisiensi Anggaran? Simak jawabannya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
"Orang Lama Kalah Sama Orang Baru? Ternyata Begini Rahasia di Balik Drama Cinta Ini!"
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar