Cari Blog Ini
Blog ini adalah dunia kecil tempat cerpen, puisi, dan artikel mencerminkan perjalanan hati dan pikiran. Temukan perspektif baru dalam setiap kata
Baca Juga
Di Ujung Semester
Malam itu, langit kelabu
menyelimuti kota. Angin dingin menyusup melalui celah-celah jendela kamar kos
yang pengap. Reza duduk terpaku di depan laptopnya. Di layar, sebuah dokumen
skripsi terbuka setengah jadi, dengan kalimat-kalimat yang terasa berantakan.
Ia mengusap wajahnya yang lelah, mencoba mengusir kantuk yang mendera.
Reza adalah mahasiswa semester
akhir. Empat tahun kuliah yang penuh perjuangan kini hampir selesai, tetapi
beban yang ia tanggung terasa jauh lebih berat dari sebelumnya. Bukan hanya
karena skripsi yang harus diselesaikan, tetapi juga masalah-masalah lain yang
datang bertubi-tubi.
Seminggu yang lalu, ayahnya
tiba-tiba jatuh sakit. Sebagai tulang punggung keluarga, ayahnya tidak lagi
mampu bekerja di bengkel kecilnya. Reza tahu, ia harus membantu. Namun,
pekerjaan paruh waktu sebagai guru les privat hanya cukup untuk membayar sebagian
kecil dari kebutuhan keluarga. Ia sering merasa bersalah karena tidak bisa
berbuat lebih banyak.
"Reza, kamu sudah makan?"
suara pesan dari ibunya muncul di layar ponsel. Reza hanya menatap pesan itu
dengan mata kosong. Ia tahu, ibunya pasti khawatir, tetapi ia tak tahu harus
menjawab apa. Bagaimana ia bisa berkata bahwa ia nyaris tak punya uang untuk
membeli makan malam?
Di kampus, tekanan datang dari
pembimbing skripsinya. Dosen pembimbing yang terkenal keras itu sering memarahi
Reza karena revisinya yang lambat. "Reza, kalau begini caranya, kapan kamu
lulus?" kata dosennya dengan nada tajam pada pertemuan terakhir mereka.
Kata-kata itu terus terngiang di kepala Reza, seolah menjadi pengingat akan
kegagalannya.
Namun, yang paling menyakitkan
adalah hubungannya dengan Sinta. Mereka telah berpacaran sejak tahun pertama
kuliah, tetapi belakangan hubungan mereka merenggang. Sinta merasa Reza terlalu
sibuk dan sering mengabaikannya. "Aku juga butuh perhatianmu, Za,"
katanya dalam pesan terakhirnya sebelum memutuskan untuk berpisah. Keputusan
itu membuat hati Reza hancur, tetapi ia tidak punya waktu untuk meratap.
Skripsi, keluarga, pekerjaan – semuanya mendesaknya untuk tetap bergerak.
Malam itu, setelah menatap layar
laptop selama berjam-jam, Reza memutuskan untuk keluar sebentar. Ia berjalan
tanpa tujuan di jalanan kota yang sepi. Suara langkahnya bergema di trotoar,
sementara pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Dalam keheningan malam, ia
merasa begitu kecil di tengah kehidupan yang terus berjalan.
Tiba-tiba, ia melihat seorang bapak
tua penjual sate yang berdiri di ujung jalan. Bapak itu tampak letih, tetapi
masih tersenyum ramah kepada setiap orang yang lewat. Reza membeli seporsi
sate, meski sebenarnya ia tidak terlalu lapar. Saat menerima sate itu, bapak
tua itu berkata, "Nak, hidup ini memang kadang berat. Tapi kalau kita
terus berjalan, pasti ada jalan keluar."
Kata-kata sederhana itu menggugah
hati Reza. Ia teringat akan tujuan awalnya kuliah: untuk memberikan kehidupan
yang lebih baik bagi keluarganya. Ia sadar bahwa setiap perjuangan pasti ada
artinya, dan ia tidak boleh menyerah.
Kembali ke kamar kos, Reza membuka
dokumen skripsinya lagi. Ia menatap layar itu dengan tekad baru. Mungkin hidup
tidak akan langsung berubah menjadi lebih mudah, tetapi ia percaya, selama ia
terus berusaha, semua ini akan terbayar. Ia mengetik dengan semangat, kata demi
kata, paragraf demi paragraf. Dalam keheningan malam, ia memulai kembali
perjuangannya.
Postingan Populer
Apakah Tunjangan Guru Dipotong Akibat Efisiensi Anggaran? Simak jawabannya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
"Orang Lama Kalah Sama Orang Baru? Ternyata Begini Rahasia di Balik Drama Cinta Ini!"
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar