Langsung ke konten utama

Baca Juga

Bendera One Piece Berkibar di Indonesia: Luffy, Kamu Ngapain di Sini?

Beberapa hari terakhir, media sosial Indonesia mendadak berubah jadi lautan tawa, heran, dan sedikit panik. Soalnya, ada satu tren aneh tapi nyata yang muncul jelang 17 Agustus: bendera One Piece berkibar di mana-mana . Iya, kamu nggak salah baca. Bukan bendera partai, bukan bendera klub bola, tapi bendera bajak laut ala Monkey D. Luffy dan gengnya. Tengkorak bertopi jerami, yang biasa kamu lihat pas Luffy ngomel-ngomel di kapal, sekarang eksis di tiang-tiang rumah warga. Pertanyaannya: ini beneran tren? Atau kru Topi Jerami nyasar ke RW kita? Awalnya cuma satu-dua orang yang nekat masang bendera itu, tapi karena netizen kita punya bakat “copy paste nasional”, akhirnya dalam sekejap mulai bermunculan di mana-mana. Ada yang pasang di truk, ada yang nempel di warung, ada juga yang berdiri gagah berdampingan sama bendera Merah Putih. Kocaknya, ekspresi warga yang lihat itu pun macem-macem, mulai dari yang ngakak, nyinyir, sampai yang mikir, “Eh, ini jangan-jangan pertanda revolusi?” Ta...

Di Ujung Semester

 


Malam itu, langit kelabu menyelimuti kota. Angin dingin menyusup melalui celah-celah jendela kamar kos yang pengap. Reza duduk terpaku di depan laptopnya. Di layar, sebuah dokumen skripsi terbuka setengah jadi, dengan kalimat-kalimat yang terasa berantakan. Ia mengusap wajahnya yang lelah, mencoba mengusir kantuk yang mendera.

 

Reza adalah mahasiswa semester akhir. Empat tahun kuliah yang penuh perjuangan kini hampir selesai, tetapi beban yang ia tanggung terasa jauh lebih berat dari sebelumnya. Bukan hanya karena skripsi yang harus diselesaikan, tetapi juga masalah-masalah lain yang datang bertubi-tubi.

 

Seminggu yang lalu, ayahnya tiba-tiba jatuh sakit. Sebagai tulang punggung keluarga, ayahnya tidak lagi mampu bekerja di bengkel kecilnya. Reza tahu, ia harus membantu. Namun, pekerjaan paruh waktu sebagai guru les privat hanya cukup untuk membayar sebagian kecil dari kebutuhan keluarga. Ia sering merasa bersalah karena tidak bisa berbuat lebih banyak.

 

"Reza, kamu sudah makan?" suara pesan dari ibunya muncul di layar ponsel. Reza hanya menatap pesan itu dengan mata kosong. Ia tahu, ibunya pasti khawatir, tetapi ia tak tahu harus menjawab apa. Bagaimana ia bisa berkata bahwa ia nyaris tak punya uang untuk membeli makan malam?

 

Di kampus, tekanan datang dari pembimbing skripsinya. Dosen pembimbing yang terkenal keras itu sering memarahi Reza karena revisinya yang lambat. "Reza, kalau begini caranya, kapan kamu lulus?" kata dosennya dengan nada tajam pada pertemuan terakhir mereka. Kata-kata itu terus terngiang di kepala Reza, seolah menjadi pengingat akan kegagalannya.

 

Namun, yang paling menyakitkan adalah hubungannya dengan Sinta. Mereka telah berpacaran sejak tahun pertama kuliah, tetapi belakangan hubungan mereka merenggang. Sinta merasa Reza terlalu sibuk dan sering mengabaikannya. "Aku juga butuh perhatianmu, Za," katanya dalam pesan terakhirnya sebelum memutuskan untuk berpisah. Keputusan itu membuat hati Reza hancur, tetapi ia tidak punya waktu untuk meratap. Skripsi, keluarga, pekerjaan – semuanya mendesaknya untuk tetap bergerak.

 

Malam itu, setelah menatap layar laptop selama berjam-jam, Reza memutuskan untuk keluar sebentar. Ia berjalan tanpa tujuan di jalanan kota yang sepi. Suara langkahnya bergema di trotoar, sementara pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Dalam keheningan malam, ia merasa begitu kecil di tengah kehidupan yang terus berjalan.

 

Tiba-tiba, ia melihat seorang bapak tua penjual sate yang berdiri di ujung jalan. Bapak itu tampak letih, tetapi masih tersenyum ramah kepada setiap orang yang lewat. Reza membeli seporsi sate, meski sebenarnya ia tidak terlalu lapar. Saat menerima sate itu, bapak tua itu berkata, "Nak, hidup ini memang kadang berat. Tapi kalau kita terus berjalan, pasti ada jalan keluar."

 

Kata-kata sederhana itu menggugah hati Reza. Ia teringat akan tujuan awalnya kuliah: untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya. Ia sadar bahwa setiap perjuangan pasti ada artinya, dan ia tidak boleh menyerah.

 

Kembali ke kamar kos, Reza membuka dokumen skripsinya lagi. Ia menatap layar itu dengan tekad baru. Mungkin hidup tidak akan langsung berubah menjadi lebih mudah, tetapi ia percaya, selama ia terus berusaha, semua ini akan terbayar. Ia mengetik dengan semangat, kata demi kata, paragraf demi paragraf. Dalam keheningan malam, ia memulai kembali perjuangannya.

Komentar